Selasa, 23 Juni 2015

SUKU DAYAK BAKUMPAI


TUGAS
IBD
ILMU BUDAYA DASAR
“SUKU DAYAK BAKUMPAI”






Nama                   : Muhammad Januardi Santoso
Kelas                    : 1Ia02
Npm           : 57414381
Fakultas      : Teknik Industri
Jurusan       : Teknik Informatika



PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio­kultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah     pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan.
Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya                  tempat wisata, karya ilmiah dan lain sebagainya. Dalam hal ini suku Dayak Kalimantan yang    mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga kebudayaan tersebut sebagai ritual ibadah mereka dalam menyembah sang pencipta yang dilatarbelakangi kepercayaan tradisional yang disebut Kaharingan. Sebagai bukti ragam budaya Indonesia yaitu tradisi Tiwah sebagai salah satu kebudayaan masyarakat Dayak Ngaju Propinsi Kalimantan Tengah yangpada mulanya sebuah tradisi kepercayaan masyarakat Kaharingan. Berbagaimacam prosesi yang terjadi pada acara tersebut, diantaranya: Ngayau (penggalkepala), ritual Tabuh (tidak tidur selama dua malam dengan diselingi minum. Dari uraian di atas saya tertarik untuk membuat makalah yang terkait lebih dengan mengambil judul "Kebudayaan Suku Dayak".

PEMBAHASAN
A.     Sejarah Suku Dayak


Suku dayak
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang­orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang­orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang  berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Pada tahun 1977­1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller­Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orangorang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309­1389 . Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu sekitar tahun 1608 .
Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah­daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).
Tidak hanya dari nusantara, bangsa­bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368­1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.
Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
B. Bahasa Suku Dayak
Dayak Kanayatn memakai bahasa ahe/nana' serta damea/jare dan yang serumpun. Sebenarnya secara isologis (garis yang menghubungkan persamaan dan perbedaan kosa kata yang serumpun) sangat sulit merinci khazanah bahasanya. Ini dikarenakan bahasa yang dipakai sarat dengan berbagai dialek dan juga logat pengucapan. Beberapa contohnya ialah : orang Dayak Kanayatn yang mendiami wilayah Meranti (Landak) yang memakai bahasa ahe/nana' terbagi lagi ke dalam bahasa behe, padakng bekambai, dan bahasa moro. Dayak Kanayatn di kawasan Menyuke (Landak) terbagi dalam Bahasa satolo­ngelampa', songga batukng­ngalampa' dan angkabakng­ngabukit. selain itu percampuran dialek dan logat menyebabkan percampuran bahasa menjadi bahasa baru. Banyak Generasi Dayak Kanayatn saat ini tidak mengerti akan bahasa yang dipakai oleh para generasi tua. Dalam komunikasi saat ini, banyak kosa kata Indonesia yang diadopsi dan kemudian "diDayak­kan". Misalnya ialah :bahasa ahe asli : Lea ,bahasa indonesia : seperti ,bahasa ahe sekarang : saparati .Bahasa yang dipakai sekarang oleh generasi muda mudah dimengerti karena mirip dengan bahasa indonesia atau melayu.
C. Sistem Kepercayaan Suku Dayak
Masyarakat Dayak memiliki keyakinan tentang wujud tertinggi dimana segala kekuatan yang ada di jagad raya berasal dari Yang Tunggal. Wujud tertinggi itu menguasai manusia, dewa, roh halus, dan roh leluhur. Dewa dan roh halus diberi tugas untuk menjaga dan menguasai suatu tempat tertentu dalam dunia ini, sehingga untuk mewujudkan keyakinan tersebut, orang Dayak senantiasa melakukan hubungan religius dengan Jubata, roh leluhur, dan roh halus yang banyak memberikan pertolongan dalam kehidupan mereka.
Sistem kepercayaan atau agama asli bagi masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dengan nilai­nilai kehidupan mereka. Kepribadian, tingkah laku, sikap, perbuatan dan kegiatan social sehari­hari dibimbing, didukung, dan dihubungkan tidak saja dengan sistem kepercayaan dan ajaran agama, tetapi juga dengan nilai budaya dan etnisitas. Kompleksitas kepercayaan tersebut berhubungan erat dengan tradisi dalam masyarakat yang mengandung dua hal prinsip, yaitu (1) unsur kepercayaan nenek moyang yang menekankan pada pemujaan, dan (2) kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa dengan kekuasaan tertingginya sebagai kausa prima dari kehidupan manusia.1. Sistem kepercayaan seperti ini mengandung emosi religius yang merupakan unsur kesatuan dan memerlukan penegasan yang direalisasikan dalam bentuk upacara tersebut.
Kebanyakan orang Dayak tidak mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa (zaman dulu­penulis), namun sikap keyakinannya tidak dapat dikategorikan dalam animisme, sebab agama justru berkembang dari asumsi dasar bahwa di dalam alam terdapat daya hidup atau kekuatan hidup dalam benda­benda tertentu atau gejala­gejala alam, seperti sungai yang mengalir deras dan bergemuruh, gunung yang tinggi, pohon besar, matahari yang bersinar terang, kilat dan petir yang menyambar dahsyat.
Macam­macam Kesenian Suku Dayak :
Kebudayaan suku Dayak yang khas membentuk estetika yang tercermin dalam budaya dan keseniannya, meliputi seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa, dan sebagainya.


Tarian suku dayak
1. Tari Gantar
Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji­bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.
Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara­acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
2. Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang­kadang diikuti oleh pekikan si penari.
Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.


Berikut adalah beberapa kesenian musik suku Dayak :
1. Ngendau
Ngendau ialah senda gurau yang dilagukan. Biasanya dilakukan oleh para remaja baik laki­laki ataupun perempuan secara bersaut­sautan.
2. Kalalai­lalai
Kalalai­lalai ialah nyanyian yang disertai tari­tarian Suku Dayak Mamadi daerah Kotawaringin.
3. Natum
Natum ialah kisah sejarah masa lalu yang dilagukan.
Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalah sebagai berikut :
1. Garantung
Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat dari tembaga.
2. Sarun
Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya lima nada.
3. Salung
Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.
D. Rumah Adat Suku Dayak
Suku terbesar di Indonesia yaitu suku Dayak, suku yang menempati pulau terbesar di Indonesia ini. Suku Asli pulau Kalimantan ini mempunyai adat dan budaya kental dan khas dan cukup terkenal di dunia.
Salah satu budaya suku dayak bisa kita lihat dari karya seni mulai ukiran sampai motif dayak, nah kali ini kita membahas tentang arsitektur bangunan Rumah Betang. Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan. Suku Dayak hidupnya berkelompok, membentuk koloni dari anggota keluarga mereka. Dengan
gaya hidup berkelompok tersebut sangat mempengaruhi bentuk dan besar dari rumah mereka. Perkampungan suku dayak tersebar pada daerah hulu sungai, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari­hari seperti bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan hasil kebun. Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi, itu tergantung seberaba besar dan banyak keluarga mereka. Kaluarga besar suku Dayak biasanya tinggal dalam satu atap / satu rumah, oleh karena itu ada rumah Betang yang bisa mempunyai panjang mencapai 150 meter dan lebar hingga 30 meter bahkan ada yang lebih. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari permukaan tanah. tujuan dari rumah panggung tersebut untuk mengantisipasi datangnya banjir pada musim penghujan karena sering sungai meluap dan terjadii di daerah­daerah hulu sungai di Kalimantan.
E. Pakaian Adat Dayak
Pakaian adat untuk wanita disebut Ta a dan pakaian untuk pria disebut sapei sapaq. Biasanya pakaian adat itu mereka kenakan saat acara besar dan untuk menyambut tamu agung.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan dan analisis data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat yaitu antara lain:
1.      Sebagian masyarakat suku dayak pada dasarnya masih sangat menghargai kebudayaan tersebut dan juga sangat menghormati leluhur mereka, karena dalam kehidupan mereka sangat percaya pada leluhur mereka, apapun yang ditinggalkan oleh leluhur mereka itulah yang wajib dikerjakan dan mereka beranggapan bahwa bila ini tidak dijalankan maka aka nada bencana bagi keluarga mereka dan juga orang yang ada disekitar mereka .



DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia .org/wiki/Suku_Dayak_Bakumpai
http://protomalayans.blogspot.com/2012/06/suku­dayak­bakumpai.html
http://www.anneahira.com/suku­sakai.htm
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2288/the­sakai­traditional­marriage­ceremony
http://www.wisatamelayu.com/id/news/11975­Suku­Sakai­Diminta­Lestarikan­Budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar